Dia adalah sosok Guru sekaligus sahabat, sosok guru sekaligus kakak, sosok guru sekaligus teman yang tak banyak orang tahu tentang kita. Tapi, please jangan pernah berfikir yang lebih tentang kita. Obrolan pembuka sekedar basa-basi karena telah lama sekali rasanya tak berjumpa. Tetiba muncullah sebuah pertanyaan yang selalu dia tanyakan sedari dulu.
"Perasaan dari selepas kamu SMA hingga sekarang kamu masih konsisten keliling Desa, padahal dari dulu sama saja ga ada yang menjanjikan bayaran buat kamu keliling Desa. Harusnya karyamu 8 tahunan buat Desa-Desa udah selayaknya dihargai lho".
pelatihan warga binaan Lapas Cilacap |
Yah, meskipun kita telah lama sekali tak bertemu, rupanya dia masih terus menguntit media sosialku. Dia memang tahu seperti apa perjalananku sedari dulu. Yah, hanya bisa menjawab dengan senyuman terindah sembari menyeruput secangkir kopi.
Dia memang selalu menguji jawaban dari pertanyaan yang sama yang ia lontarkan kala bertemu. Dulu hingga kini pun masih tetap ku jawab dengan sama, hanya senyuman manis. Bukan hanya dia yang tentunya melontarkan pertanyaan yang sama, justru banyak orang lain yang mengajukan pertanyaan itu juga. Bahkan setiap mengisi forum diskusipun tak luput dari pertanyaan yang sama.
penyuluhan inovasi Desa |
Mulai dari teknologi, literasi, ekologi, kaum tani, hingga urusan pemuda-pemudi yang ingin konsen membangun Desanya untuk maju. Bagiku inilah wujud terimakasihku pada negeri ini yang telah menjadi tempat bagiku untuk bisa hidup selama ini. Bagiku Uang memang bisa membeli apapun tapi tak semua bisa kau beli dengan Uang, termasuk didalamnya adalah Harga Diri dan Kebahagiaan.
Aku hanya sering kikuk kala melihat para orang-orang yang sok menjadi aktifis. Tapi hanya bisa bicara di medsos dengan berlaga aktifis handal yang bisa mengomentari setiap permasalahan dengan mudahnya. Namun ia tak pernah melakukan aksi nyata dalam setiap permasalahan yang dia komentari. Kau bolehlah berkomentar akan setiap masalah ang ada, tapi jika kau tak pernah mau ikut Turun Tangan maka cukuplah "Bacotkau Diam".
"Negara ini memang tidak kekurangan orang bisa Urun Angan, tapi negara kekurangan mereka yang mau Turun Tangan" ini kata Bang Anies Baswedan kala mendirikan komunitas Aktifis Turun Tangan saat DULU KALA. Banyak mereka yang bisa berbicara tapi sedikit sekali dari mereka yang juga mau untuk berkarya. Orientasinya apa? tentu bahasan yang terlontar pertama kali adalah "ada uangnya enggak?". Bagiku selama ini keliling Desa-Desa bukanlah uang semata, melainkan kemanusiaan.
Menyebarkan semangat, menyampaikan pesan perdamaian, berbagi, dan turut serta meyakinkan mereka bahwa mereka bisa maju meskipun di Desa. Uang dan popularitas itu hanya sebagian kecil dari bonus. Akan tetapi ketika muncul buah senyuman manis dari mereka, jabat tangan bahagia, pelukan erat penuh kegembiraan, itulah bayaran terindah yang bisa ku terima.
Jika hanya uang yang di cari, apa bedanya dengan para Blogger yang sekedar menulis dengan pemenuhan 5W+1H saja. Apa bedanya dengan para penulis yang sekedar mengeluarkan buku tanpa adanya substansi tulisan yang baik. Apa bedanya dengan pembuat aplikasi yang hanya sekedar mencari proyek Dinas yang tentu sistem penggunaannya tak pernah tepat sasaran. Apa bedanya dengan Kutis (sebutan lain dari PSK) yang hanya mau berbuat kalau dibayar?.
antara anak-anak, sekolah dan debu bertebaran |
Banyak pula para aktifis yang seringnya ikutan Demo atas kasus daerah lain dengan iming-iming bonus amplop. Akan tetapi saat daerah tempat sendiri membutuhkan uluran tangannya, membutuhkan karya sumbangsihnya, dia seolah lenyap ditelan bumi. Tak ada suara, tak ada aksi nyata dan ini terjadi di sini. Bersuara atas berbagai masalah negara, berbicara bak ahli tata kata, menebarkan hujatan atas kegagalan pemerintah, dengan lihainya mengkritisi pemerintahan dengan dalih "turunkan presiden".
Tapi aku jujur ingin tahu dimana posisimu saat aku bersuara lantang tentang aliran sungai tercemar limbah bertahun-tahun di Cilacap? dimanakah kehadiranmu kala anak-anak sekolah dengan bangku dan kursi yang berdebu dampak pencemaran salah satu PLTU? dimanakah dirimu kala adanya sengketa tanah warga desa dengan Perusahaan BUMN? dimanakah kehadiranmu kala para pemuda desa yang ingin memajukan desanya terhalang birokrasi yang disalahgunakan?.
Tenangkanlah jemari kita sebelum kita mengetik sesuatu di medsos. Jangan mudah mengkritisi sesuatu kala kita tak pernah mau menunjukan aksi nyata. Negara ini tak butuh pembicara yang tak bisa berkarya, tapi butuh mereka yang mau berkarya sebelum bicara.
"Setiap orang punya harga, tapi enggak semua orang dijual"
Fiersa Besari dalam Catatan Juang
Komentar
Posting Komentar
Komentar :