Langsung ke konten utama

Aktifis Rasa Kutis


Bising riuh suasana kedai kopi siang ini, semerbak aroma kopi yang tengah digiling oleh sang barista, lalu lalang orang berdatangan dan pergi menjadi pemandangan yang tak asing kala siang di kedai kopi yang mungkin mewah di tempat tinggalku. Siang ini bukan hadir bukan untuk sekedar menikmati secangkir kopi ini, melainkan untuk bertemu sosok seorang yang telah lama tak bersua bersama.

Dia adalah sosok Guru sekaligus sahabat, sosok guru sekaligus kakak, sosok guru sekaligus teman yang tak banyak orang tahu tentang kita. Tapi, please jangan pernah berfikir yang lebih tentang kita. Obrolan pembuka sekedar basa-basi karena telah lama sekali rasanya tak berjumpa. Tetiba muncullah sebuah pertanyaan yang selalu dia tanyakan sedari dulu.

"Perasaan dari selepas kamu SMA hingga sekarang kamu masih konsisten keliling Desa, padahal dari dulu sama saja ga ada yang menjanjikan bayaran buat kamu keliling Desa. Harusnya karyamu 8 tahunan buat Desa-Desa udah selayaknya dihargai lho".

pelatihan warga binaan Lapas Cilacap

Yah, meskipun kita telah lama sekali tak bertemu, rupanya dia masih terus menguntit media sosialku. Dia memang tahu seperti apa perjalananku sedari dulu. Yah, hanya bisa menjawab dengan senyuman terindah sembari menyeruput secangkir kopi.

Dia memang selalu menguji jawaban dari pertanyaan yang sama yang ia lontarkan kala bertemu. Dulu hingga kini pun masih tetap ku jawab dengan sama, hanya senyuman manis. Bukan hanya dia yang tentunya melontarkan pertanyaan yang sama, justru banyak orang lain yang mengajukan pertanyaan itu juga. Bahkan setiap mengisi forum diskusipun tak luput dari pertanyaan yang sama.

penyuluhan inovasi Desa

Mulai dari teknologi, literasi, ekologi, kaum tani, hingga urusan pemuda-pemudi yang ingin konsen membangun Desanya untuk maju. Bagiku inilah wujud terimakasihku pada negeri ini yang telah menjadi tempat bagiku untuk bisa hidup selama ini. Bagiku Uang memang bisa membeli apapun tapi tak semua bisa kau beli dengan Uang, termasuk didalamnya adalah Harga Diri dan Kebahagiaan.

Aku hanya sering kikuk kala melihat para orang-orang yang sok menjadi aktifis. Tapi hanya bisa bicara di medsos dengan berlaga aktifis handal yang bisa mengomentari setiap permasalahan dengan mudahnya. Namun ia tak pernah melakukan aksi nyata dalam setiap permasalahan yang dia komentari. Kau bolehlah berkomentar akan setiap masalah ang ada, tapi jika kau tak pernah mau ikut Turun Tangan maka cukuplah "Bacotkau Diam".

"Negara ini memang tidak kekurangan orang bisa Urun Angan, tapi negara kekurangan mereka yang mau Turun Tangan" ini kata Bang Anies Baswedan kala mendirikan komunitas Aktifis Turun Tangan saat DULU KALA. Banyak mereka yang bisa berbicara tapi sedikit sekali dari mereka yang juga mau untuk berkarya. Orientasinya apa? tentu bahasan yang terlontar pertama kali adalah "ada uangnya enggak?". Bagiku selama ini keliling Desa-Desa bukanlah uang semata, melainkan kemanusiaan.

Menyebarkan semangat, menyampaikan pesan perdamaian, berbagi, dan turut serta meyakinkan mereka bahwa mereka bisa maju meskipun di Desa. Uang dan popularitas itu hanya sebagian kecil dari bonus. Akan tetapi ketika muncul buah senyuman manis dari mereka, jabat tangan bahagia, pelukan erat penuh kegembiraan, itulah bayaran terindah yang bisa ku terima.

Jika hanya uang yang di cari, apa bedanya dengan para Blogger yang sekedar menulis dengan pemenuhan 5W+1H saja. Apa bedanya dengan para penulis yang sekedar mengeluarkan buku tanpa adanya substansi tulisan yang baik. Apa bedanya dengan pembuat aplikasi yang hanya sekedar mencari proyek Dinas yang tentu sistem penggunaannya tak pernah tepat sasaran. Apa bedanya dengan Kutis (sebutan lain dari PSK) yang hanya mau berbuat kalau dibayar?.

antara anak-anak, sekolah dan debu bertebaran

Banyak pula para aktifis yang seringnya ikutan Demo atas kasus daerah lain dengan iming-iming bonus amplop. Akan tetapi saat daerah tempat sendiri membutuhkan uluran tangannya, membutuhkan karya sumbangsihnya, dia seolah lenyap ditelan bumi. Tak ada suara, tak ada aksi nyata dan ini terjadi di sini. Bersuara atas berbagai masalah negara, berbicara bak ahli tata kata, menebarkan hujatan atas kegagalan pemerintah, dengan lihainya mengkritisi pemerintahan dengan dalih "turunkan presiden".

Tapi aku jujur ingin tahu dimana posisimu saat aku bersuara lantang tentang aliran sungai tercemar limbah bertahun-tahun di Cilacap? dimanakah kehadiranmu kala anak-anak sekolah dengan bangku dan kursi yang berdebu dampak pencemaran salah satu PLTU? dimanakah dirimu kala adanya sengketa tanah warga desa dengan Perusahaan BUMN? dimanakah kehadiranmu kala para pemuda desa yang ingin memajukan desanya terhalang birokrasi yang disalahgunakan?.

Tenangkanlah jemari kita sebelum kita mengetik sesuatu di medsos. Jangan mudah mengkritisi sesuatu kala kita tak pernah mau menunjukan aksi nyata. Negara ini tak butuh pembicara yang tak bisa berkarya, tapi butuh mereka yang mau berkarya sebelum bicara.


"Setiap orang punya harga, tapi enggak semua orang dijual"
 Fiersa Besari dalam Catatan Juang 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Bercadar

Matanya yang menatap dengan penuh pesona. Jilbabnya yang terjurai lebar hingga lengannya. Halus lembut bisik suaranya. Semua seakan membuat detakan dada yang mendesir. Ingin rasanya berbicara banyak dengannya, tapi malu rasanya diri ini tuk menyapanya. Namun hingga kini ku tak pernah melihat wajah utuhnya. Wajah indah yang mungkin melekat pada dirinya, ku tak pernah sekalipun menatapnya. Hingga kini ku hanya mampu melihatnya sebatas mata indahnya dan pelipisnya yang hitam merona. Semua itu karena ia adalah gadis bercadar. Bukan bercadarkan jilbabnya, namun bercadarkan balutan masker birunya.

Dari Balik Jeruji Besi

Menelusuri lorong-lorong penuh ketegangan yang menyelimuti. Penuh dengan tatapan tajam dan penuh harap. Wajah garang senantiasa mewarnai setiap sudut. Tegap, kekar, dan seolah diri ini mangsa yang siap untuk diterkam. Inilah hidup dari balik jeruji besi. Kehidupan nyata bagi  seorang narapidana. Menurut kita jeruji besi seolah adalah sebuah tempat untuk menebus setiap kesalahan yang telah diperbuatnya. Namun tatkala orang yang mendekam didalamnya adalah orang yang harus menanggung kesalahan yang telah diperbuat orang lain, apakah ini masih dapat dikatakan jeruji besi. Mungkin apa yang kita presepsikan selama ini tentang penjara tidaklah 100% benar. Melainkan sebenarnya ada sisi lain dari apa yang disebut dengan penjara. Beberapa hari saya bertugas di tempat ini, berjalan di lorong ini, sungguh terasa inilah saatnya saya banyak belajar, sekolah, atau merenungi tentang hidup dari balik tempat ini. Ketakutanku saat awal mendengar kata Lapas, seolah begitu menguji adrenal...

Sorry , Today I Win

Tidak selamanya mereka yang mengatakan pandai, mahir, dan mampu itu memang sama dengan apa yang ia katakan. Namun belum tentu yang ia katakan sesuai fakta. Pelajaran bagi semua dan khususnya untuk driku. Tak perlu sombong dan mengatasnamakan orang yang paling pandai. Namun buktikan dulu kemampuannya. Tak perlu banyak cakap yang terpenting adalah actionnya. Hari ini, ma'af, ku ingin katakan untuk yang ada disana, sorry , today I win