Langsung ke konten utama

Jangan Salahkan Presiden



Perjalanan kali ini sungguh sangat mengetuk hati kecil ini. Sungguh pemandangan yang sangat berbeda pada sudut pandang yang nyata. Di tempat ini ku temukan Indonesia yang sesungguhnya.

Hijaunya hamparan ladang, sayur-mayur yang begitu menyegarkan dipandang mata. Suasana penduduk yang terasa begitu ramah mampu menambah kehangatan suasana. Segelas kopi ataupun teh mampu untuk mencairkan suasana.



Suasana seperti inilah yang telah menghilang di era sekarang ini. Hijaunya negeri kini telah banyak berubah menjadi padang pasir, lalu selang berapa lama kemudian berubah kembali menjadi padang Paving.

Masyarakat kini telah banyak yang meninggalkan pertanian. Mereka lebih memilih merantau ke negeri orang meski hanya sebagai pembantu rumah tangga. Apalagi untuk kalangan muda, kini banyak yang sangat antipati untuk sekedar bertani, mengembangkan pertanian, atau sekedar mendalami sebuah ilmu pertanian.

Beberapa waktu yang lalu Presiden kita, Bapak Jokowi mengatakan dalam sambutannya disalah satu kampus, bahwa kini lulusan dari jurusan pertanian telah berubah jurusan. Anehnya banyak para sarjana pertanian yang ditemukan berkerja di Bank, atau yang lainnya yang bukan basicnya pertanian.

Memang seperti inilah kondisi yang terjadi di era saat ini. Banyak mereka yang kini lebih sering mengkritisi akan negeri ini. Seolah bak seorang ahli, pengamat atau politikus. Kritik sana, kritik sini. Bahkan masyarakat biasapun kini ikut-ikutan mengkritisi, meski apa yang mereka kritisi tak tahu sebab musababnya.


Masalah ketahanan pangan adalah masalah yang paling banyak dikritisi. Beras mahal, cabai mahal, sayuran mahal semua dikritisi. Tapi kesejahterahan petani tak ada yang mengkritisi. Logikakanlah kritikan anda terlebih dahulu sebelum anda mengkritisi. Kita bicara mahalnya hasil pertanian karena kelangkaan, coba kita telaah lebih dalam lagi. Berapa jumlah petani di kampung kita masing-masing, berapa orang yang sekedar bertani, berapa orang yang sekedar mau menanam dan berapa seseorang yang hanya sebagai konsumtor saja. Kalkulasikanlah hasilnya dengan jumlah penduduk yang ada dikampung kita. Sudah seimbangkah hasilnya? dan kita koreksi lagi diri kita sendiri, sebagai siapakah diri kita dikampung kita.

Pada pola hasil pertanian yang mahal sebenarnya ada 2 aspek. Aspek pertama adalah karena kelangkaan hasil. Ini bisa disebabkan karena kelangkaan lahan pertanian, gagal panen, kelangkaan SDM atau karena hal lain yang menyebabkan kondisi hasil panen yang langka.

Berbanding terbalik dengan aspek pertama yang merupakan kelangkaan hasil, namun pada aspek inilah yang selama ini menjadi impian para petani. Pada aspek ini hasil melimpah, hasil panen baik, namun harga jualnya tinggi. Inilah sebuah titik dimana para petani akan memunculkan senyuman ceria. Kita sebagai masyarakat yang kunsumtor, mari kita mencoba membuka mata lebih dalam lagi. Cobalah kita rasakan tentang apa yang menjadi keluh kesah para petani.


Para petani juga seorang manusia biasa. Mereka ingin hidup sejahtera. Mereka ingin hasil pertanian mereka mampu mensejahterakan mereka. Bayangkan berapa lama waktu untuk mereka merawat tanaman mereka hingga mampu dipanen. Mereka akan butuh waktu yang teramat lama, proses yang teramat melelahkan, perawatan yang teramat ekstra. Jerih payah mereka akan anda hargai dengan harga yang teramat murah? fikirkan lagi. Banyak yang teriak-teriak kritik pemerintah yang mengimpor beras dari negara lain. Tapi disisi lain mereka juga teriak-teriak tatkala negeri ini mandiri pangan karena karena petani sejahtera namun harganya tinggi sebagai bentuk mensejahterakan petani. Mau anda apa?

Ketahuilah kawan, kenapa negeri ini impor, karena dengan impor harganya lebih rendah untuk konsumsi masyarakat dan hasil dari petani bisa diekspor. Tapi saya yakin, negeri ini akan mandiri pangan, tatkala orang-orang seperti anda yang hanya suka mengkritisi harga telah bertaubat. Bayangkan, jika saat ini negeri kita mandiri pangan sementara orang-orang seperti anda masih berteriak mahal, apakah yang akan terjadi pada petani. Para petani akan menangis tentunya. Bahkan ada penyair mengatakan "Jangan biarkan secangkir kopimu, berkubang air mata petani". Kalimat itu menurut saya bukan hanya untuk petani kopi saja, melainkan semua petani. Kalau orang-orang seperti anda telah mau menerima harga pertanian yang mahal sebagai wujud mensejahtekan petani, maka saya yakin bangsa ini bisa mewujudkan kembali Mandiri Pangan.

Salam dari Kami, Salam Petani Indonesia.


Jangan mudah untuk menjatuhkan sebuah kritik, protes, atau argumen yang tak berdasar dan tak berfikir lebih dalam. Mulailah menjadi generasi yang cerdas. Generasi yang mau berfikir terlebih dahulu sebelum mengkritisi. Generasi yang bisa memberi solusi bukan hanya mengkritisi. 
-Mds.Faisal-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hanya Konsep dari Impian

Hai sahabat semua, kurasa telah lama tak menyapa. Lewat kesempatan di saat ini, tanpa mengurangi rasa hormat, saya memohon doa dari sahabat semua. Semoga konsep yang saya miliki dapat terwujud dengan baik. Sehingga nantinya dapat digunakan oleh siapapun, khususnya di negara kita tercinta. Kita tahu negara kita berada pada wilayah rawan bencana, khususnya gempa. Padahal kita tahu saat ini perkembangan konsep rumah mewah dari kaca kian menjadi primadona bagi banyak orang. Namun jika kita bayangkan bahayanya saat terjadi getaran dan guncangan gempa, tentunya bahan kaca dapat membahayakan penghuninya. Oleh karena itu, saya mencoba membuat inovasi pada sebuah kaca. Konsep yang saya kembangkan adalah "Jelly Glass Technology". Konsep tersebut mengubah sifat kaca yang kaku dan mudah pecah, kini di ubah menjadi kuat dan lentur. Kuat merupakan sifat yang biasa pada kaca, namun jika lentur menurut saya sifat yang luar biasa. Kaca akan menjadi lentur hanya jika terkena tek

Perjalanan Panjangku

Inilah perjalananku, Perjalanan panjang dari sewaktu ku lahir hingga saat kini ku dewasa, Just for You,,

Pramuka Tak Bermutu

DILARANG KOMENTAR SEBELUM ANDA MEMBACA SAMPAI HABIS!!! Tulisan ini bukan untuk menggurui, tapi mengingatkan. Bukan untuk memusuhi, tapi karena peduli. *** Bising celoteh para emak-emak tetangga sembari menonton lomba agustusan. Tetiba terdengar samar-samar menyebut namaku dan akhirnya memanggilku juga. Tentunya bukan untuk bertanya soal pernikahan atau malah menjodohkan dengan anaknya, ah sabodo teuying. "Mas, jenengan kan orang Pramuka yah, mbok yao kalau ngasih tugas anak-anak jangan susah-susah. Sulit cari barangnya, cari kesana kemari bolak-balik" Wadaw... Ada apaan lagi nih? Kok jadi aku yang kena damprat sama emak-emak. Lalu ku tanya dulu nih kronologinya, apa permasalahannya, dan tentu perlu tahu apakah aku benar terlibat di dalamnya atau tidak. TERNYATA? Emak-emak ini akhirnya menceritakan keluh kesahnya tentang apa yang terjadi pada anaknya. Anaknya ini merupakan siswa baru di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Cilacap  dan saya tidak ada urusa