Langsung ke konten utama

Just Post : Elang


Ini adalah kisahku, kisah hidup dari seseorang yang tengah mencari sebuah arti tentang apa itu hidup. Namaku Herlambang, tapi kebanyakan orang memanggilku Elang. Sebuah nama yang takkan pernah ku lepaskan, sebuah nama yang di berikan oleh seseorang yang telah mau membesarkan ku.

Aku lahir dan besar di kota pesisir pantai Laut Selatan. Aku terlahir dengan segudang penyakit. Sejak ku lahir, ku telah mengidap penyakit pneumonia akut. Hiduppun seolah tak ada arti, matipun seolah tak ada yang kan menangisi. Ku dibesarkan dengan bantuan obat yang senantiasa harus ku minum di setiap waktu. Walau kadang kala tubuh ini ingin untuk membuangnya, namun semua ini demi seseorang yang mau merawat dan membesarkanku.

Seumur hidupku, ku hanya memiliki 2 mimpi. Sehat dan atau kembali, tentunya kembali kepada sang pemberi hidup. Di setiap hari ku selalu berfikir dan melakukan apa yang bisa ku lakukan untuk kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Ku tak mau dikasihani karena penyakitku ini. Ku ingin orang lain memandangku sama seperti orang lain.

Bertahun - tahun ku berusaha menantang kematian. Ku berusaha untuk menantang sebuah fonis dokter. Memanglah ini seolah ku tengah berjudi dengan siapapun. Berjudi dengan anggapan sebuah batas usiaku untuk tetap hidup. Dalam waktu yang lama pula ku terus menunggu, tanpa ku hiraukan bagaimana keadaanku. Ku terus berjuang untuk tetap memperbaiki keadaan.

Perjuanganku tak kenal keadaan dan ku tak pernah berharap sebuah hasil. Ku terus berjuang walau keadaanku kian memburuk. Namun ku tak peduli akan hal itu. Semua kembali pada mimpi awalku, sembuh atau mati. Kalaupun sembuh, itulah kuasa Tuhan. Namun kalaupun mati, ku ingin mati dengan tersenyum. Mati bahagia karena hidupku telah ku isi dengan perjuangan. Oleh karena itulah ku ingin terus melakukan apa yang ku bisa lakukan.

Diusiaku yang semakin bertambah dan ku semakin besar, akhirnya salah satu dari mimpiku telah tercapai. Mungkin Tuhan benar - benar ingin memberiku kesempatan untuk hidup. Penyakit yang selama ini ku derita, akhirnya sembuh total tanpa terbekas sedikitpun. Hingga saat ku melakukan chek-up terakhir, semua dokter yang selama ini merawatku tertegun heran.

Waktu terus bergulir, dan ku masih tetap melakukan apapun yang ku bisa. Dan kini ku telah menjadi seorang guru. Dalam setiap tugasku mengajar, ku ingin mengajarkan kepada semua murid - muridku tentang arti sebuah perjuangan. Ku ingin ajarkan pada mereka bahwa sebuah keadaan, waktu, latar belakang, dan lain sebagainya itu bukanlah halangan untuk tetap bertahan hidup.

Namun dibalik semua itu di usiaku yang semakin bertambah, ku teruslah berjuang untuk melakukan segala sesuatu yang ku bisa berikan untuk orang lain, hingga ku lupa akan apa yang pernah ku derita. Semua itu berakibat fatal pada kesehatanku dan semua di luar dugaan.

Saat tengah mengajar di satu waktu kepalaku sering merasa pusing. Namun ku masih tak menganggapnya lebih. Hingga akhirnya pada suatu hari ku tengah mengajarkan muridku melukis, tiba - tiba muncullah pola warna merah di pallet yang tengah ku pegang. Dan ternyata adalah darah yang keluar dari hidungku dengan derasnya.

Dari kejadian itu akhirnya ku beranikan diri untuk melakukan chek up lagi ke dokter. Lalu ku hanya diberi surat rujukan untuk ke dokter khusus di kota lain. Dan ku datangilah dokter tersebut.

Bagai sebuah pukulan yang teramat berat bagiku tuk menerima semua ini. Ku di vonis mengalami kanker otak. Pantas saja akhir - akhir ini sebagian rambutku mengalami rontok. Hingga kepala ini seolah seperti kepala profesor saja.

Hingga kini keadaanku tak pernah ada yang tahu selain diriku sendiri dan dokter pribadiku. Rekan kerjaku, muridku, orang tua angkatku, dan bahkan sang pujaan hatiku sendiri tak pernah mengerti akan hal ini. Entah sampai kapan lagi ku kan menyembunyikannya dan entah sampai kapan ku bisa bertahan untuk tetap hidup.


*** *** *** ***
Kini Elang telah menggapai mimpinya yang kedua. Mimpi yang mungkin telah ia persiapkan. Yah, mimpi untuk kembali. Kembali tuk menghadap Sang Maha Pemberi Hidup.

Elang kini telah kembali tuk selamanya. Namun ku kan selalu terus mengingatnya. Elanglah salah satu penyebab kenapa ku meninggalkan kota besar nan megah, dan memilih untuk kembali ke kota tercinta. Elanglah yang mengajakku tuk menjadi guru.

"Is, jadilah guru. Guru yang tulus mendidik, bukan mengardik. Mendidik dengan senang, dan tak pernah harapkan uang. Ajarkan kepada muridmu nanti tentang sebuah kehidupan dan makna dari sebuah hidup. Guru itu tak harus berseragam, tak harus berpangkat, tak harus pula memiliki papan nama di bajunya. Guru itu adalah mereka yang mau mendidik dengan tulus, tanpa melihat latar belakang. Namun ia mampu mengubah sebuah latar belakang menjadi lebih baik. Kembalilah ke sini, berjuanglah bersama - sama."

Elang, hingga kini ku masih mengingatmu, mengingat pesan terbaikmu. Engkau telah berjuang banyak di bumi ini, berjuang tuk melawan sakitmu serta berjuang tuk mengajarkan banyak hal baik pada banyak orang. Kaulah guru bagi ku.

Meski kau telah tiada hampir 5 tahun lamanya, tapi ku kan selalu mengenangmu kawan. Tenanglah kau di sana kawan. Semoga kau bahagia disana wahai kawanku. Semoga kelak kan banyak orang yang tumbuh bagai dirimu. Mereka yang telah lama kau didik kan mampu berdiri tegak seperti mu.

Semoga benih - benih jiwamu kan terus terbang dan bertengger di setiap dada para anak bangsa. Terbanglah tinggi dan jauh hingga penjuru dunia. Terbanglah kau seperti sang Elang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Bercadar

Matanya yang menatap dengan penuh pesona. Jilbabnya yang terjurai lebar hingga lengannya. Halus lembut bisik suaranya. Semua seakan membuat detakan dada yang mendesir. Ingin rasanya berbicara banyak dengannya, tapi malu rasanya diri ini tuk menyapanya. Namun hingga kini ku tak pernah melihat wajah utuhnya. Wajah indah yang mungkin melekat pada dirinya, ku tak pernah sekalipun menatapnya. Hingga kini ku hanya mampu melihatnya sebatas mata indahnya dan pelipisnya yang hitam merona. Semua itu karena ia adalah gadis bercadar. Bukan bercadarkan jilbabnya, namun bercadarkan balutan masker birunya.

Dari Balik Jeruji Besi

Menelusuri lorong-lorong penuh ketegangan yang menyelimuti. Penuh dengan tatapan tajam dan penuh harap. Wajah garang senantiasa mewarnai setiap sudut. Tegap, kekar, dan seolah diri ini mangsa yang siap untuk diterkam. Inilah hidup dari balik jeruji besi. Kehidupan nyata bagi  seorang narapidana. Menurut kita jeruji besi seolah adalah sebuah tempat untuk menebus setiap kesalahan yang telah diperbuatnya. Namun tatkala orang yang mendekam didalamnya adalah orang yang harus menanggung kesalahan yang telah diperbuat orang lain, apakah ini masih dapat dikatakan jeruji besi. Mungkin apa yang kita presepsikan selama ini tentang penjara tidaklah 100% benar. Melainkan sebenarnya ada sisi lain dari apa yang disebut dengan penjara. Beberapa hari saya bertugas di tempat ini, berjalan di lorong ini, sungguh terasa inilah saatnya saya banyak belajar, sekolah, atau merenungi tentang hidup dari balik tempat ini. Ketakutanku saat awal mendengar kata Lapas, seolah begitu menguji adrenal...

Sorry , Today I Win

Tidak selamanya mereka yang mengatakan pandai, mahir, dan mampu itu memang sama dengan apa yang ia katakan. Namun belum tentu yang ia katakan sesuai fakta. Pelajaran bagi semua dan khususnya untuk driku. Tak perlu sombong dan mengatasnamakan orang yang paling pandai. Namun buktikan dulu kemampuannya. Tak perlu banyak cakap yang terpenting adalah actionnya. Hari ini, ma'af, ku ingin katakan untuk yang ada disana, sorry , today I win