Langsung ke konten utama

Just Post : Rugi Siapa? PSK atau LHB? (awas 18+)


Beberapa akhir ini, kita sering mendengar beberapa berita tentang dunia prostitusi yang semakin merajalela. Bahkan efek dari hal tersebut, banyak menimbulkan korban dari kalangan anak - anak yang masih dibawah umur. Jika dipandang, memanglah dunia prostitusi adalah dunia yang penuh hingar bingar. Satu kali eksekusi saja, penjaja seks bisa meraup uang sesuka mereka. Namun bukan masalah itu yang ingin saya tulis, melainkan masalah akan siapa yang dirugikan atau yang menderita antara PSK dan Lelaki Hidung Belang.

Tulisan ini tidak bermaksud jorok, pornografi atau apalah sejenisnya. Namun tulisan ini asli tertuang dari diskusi langsung antara PSK, LHB dan penulis. Beberapa waktu lalu penulis sengaja mendatangi "salah satu" lokalisasi yang terletak di kabupaten Cilacap, tepatnya di kelurahan "S".
Penulis sengaja membayar PSK dan LHB bukan untuk menonton adegan langsung. Melainkan membayar mereka untuk berdiskusi akan hal tersebut diatas dengan sesekali penulis melakukan beberapa sanggahan atas beberapa pernyataan yang mereka lontarkan.

Jika kita berasumsi bahwa yang menderita adalah PSK, coba kita telaah lebih jauh lagi. Menderita dari sisi manakah PSK, sedangkan semua LHB yang menggunakan jasanya selalu membayarnya. Bukan main gratisan seperti para pemerkosa. Jika menderita dari mungkin penyiksaan atau hal yang berlebihan yang dilakukan oleh LHB, faktanya PSK selama menjalani pekerjaannya dia selalu menikmatinya. Bagaimana bisa dikatakan tidak menikmati,sementara PSK tersebut masih saja mau menjajakan dirinya di dunia kelam tersebut.

Jika PSK menderita karena banyak LHB yang menularkan AIDS karena banyak LHB yang tak mau menggunakan kondom, tentunya kembali lagi pada persoalan tarif. Biasanya PSK tentu memliki tarif yang berbeda untuk pelanggan yang menggunakan kondom atau tidak. Lalu jika sudah begini, apakah LHB bisa disalahkan begitu saja. Sementara PSK nya sendirilah yang memiliki pilihan sistem penggunaannya dan LHB pun telah membayar dengan sesuai tarif yang dipilihnya.

Dari sudut pandang yang berbeda, kita melihat sisi dari seorang LHB. Jika memang LHB yang menderita, lalu dari sisi mana yang bisa dikatakan ia menderita. Sementara LHB dalam hal ini berlaku sebagai pembeli. Jika LHB menderita karena uangnya jadi habis, sekarang yang jadi pertanyaan adalah kenapa ia mau membayar PSK nya. Sedangkan PSK memiliki tarif masing - masing dari yang murah sampai yang mahal. Tentunya bagi LHB berfikirlah tentang kemampuan membayarnya. Jadi tidak merasa dirugikan dengan kehabisan uang.

Jika LHB menderita karena membeli PSK itu seperti main domino (ibarat main rumus peluang keuntungan). Tidak semua PSK yang dibayar belum tentu mampu memberikan service yang memuaskan seperti apa yang ia inginkan, kenapa ia tak membeli saja seorang wanita yang mampu melayaninya sesuai kehendaknya dengan ikatan pernikahan. Dan faktanya LHB pasti haus akan rasa dan pola service yang berbeda. Sehingga LHB pastinya akan gemar mencicipi PSK bukan hanya dengan satu orang saja.

Jika pelaku LHB beranggapan bahwa ia menderita karena banyak PSK yang telah tertular AIDS. Bukankah kini setiap lokalisasi pasti menyediakan kondom untuk pelanggannya. Dan kebanyakan dari LHB tak mau memakainya dengan alasan ia menggunakan PSK itu bayar, jadi ia tentunya beranggapan untuk apa make kondom jika ia sudah membayarnya. Namun kembali lagi pada sudut pandang nyata, jika merasa dirugikan kenapa LHB masih mau menggunakan jasa PSK.

Tentunya kedua hal tersebut tak bisa bertemu titik terang, siapa yang menderita dan siapa yang dirugikan. Namun diujung diskusi bersama mereka saya lontarkan satu pertanyaan.

Penulis : " sementara anda berdua merasa sama - sama dirugikan, tapi pertanyaannya kenapa anda mau jadi PSK dan LHB , jika kalian merasa rugi?"

Mereka kompak menjawabnya,
" lah wong enak, piwe maning. Njenengan kepingin njajal apa? engko tek wei jam"

SYEMMMPRUULLL.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis Bercadar

Matanya yang menatap dengan penuh pesona. Jilbabnya yang terjurai lebar hingga lengannya. Halus lembut bisik suaranya. Semua seakan membuat detakan dada yang mendesir. Ingin rasanya berbicara banyak dengannya, tapi malu rasanya diri ini tuk menyapanya. Namun hingga kini ku tak pernah melihat wajah utuhnya. Wajah indah yang mungkin melekat pada dirinya, ku tak pernah sekalipun menatapnya. Hingga kini ku hanya mampu melihatnya sebatas mata indahnya dan pelipisnya yang hitam merona. Semua itu karena ia adalah gadis bercadar. Bukan bercadarkan jilbabnya, namun bercadarkan balutan masker birunya.

Dari Balik Jeruji Besi

Menelusuri lorong-lorong penuh ketegangan yang menyelimuti. Penuh dengan tatapan tajam dan penuh harap. Wajah garang senantiasa mewarnai setiap sudut. Tegap, kekar, dan seolah diri ini mangsa yang siap untuk diterkam. Inilah hidup dari balik jeruji besi. Kehidupan nyata bagi  seorang narapidana. Menurut kita jeruji besi seolah adalah sebuah tempat untuk menebus setiap kesalahan yang telah diperbuatnya. Namun tatkala orang yang mendekam didalamnya adalah orang yang harus menanggung kesalahan yang telah diperbuat orang lain, apakah ini masih dapat dikatakan jeruji besi. Mungkin apa yang kita presepsikan selama ini tentang penjara tidaklah 100% benar. Melainkan sebenarnya ada sisi lain dari apa yang disebut dengan penjara. Beberapa hari saya bertugas di tempat ini, berjalan di lorong ini, sungguh terasa inilah saatnya saya banyak belajar, sekolah, atau merenungi tentang hidup dari balik tempat ini. Ketakutanku saat awal mendengar kata Lapas, seolah begitu menguji adrenal...

Sorry , Today I Win

Tidak selamanya mereka yang mengatakan pandai, mahir, dan mampu itu memang sama dengan apa yang ia katakan. Namun belum tentu yang ia katakan sesuai fakta. Pelajaran bagi semua dan khususnya untuk driku. Tak perlu sombong dan mengatasnamakan orang yang paling pandai. Namun buktikan dulu kemampuannya. Tak perlu banyak cakap yang terpenting adalah actionnya. Hari ini, ma'af, ku ingin katakan untuk yang ada disana, sorry , today I win